Akuisisi oleh Bos Tesla Elon Musk pada Senin (25/4) menyisakan pertanyaan soal masa depan Twitter. Beberapa hal yang mungkin terjadi, seperti perubahan kebijakan kebebasan berpendapat.
Musk diketahui membeli Twitter dengan mengajukan penawaran US$54,20 atau senilai Rp781 ribu (kurs Rp14.412) per lembar saham. Kesepakatan kedua pihak pun bernilai US$44 miliar atau Rp633,27 triliun.
Sejumlah pihak pun mempertanyakan muncul berbagai pertanyaan apakah Twitter akan banyak perubahan di bawah naungan Elon Musk. Berikut sejumlah kemungkinannya:
Fitur Edit Kicauan
Salah satu yang digadang-gadang saat ia membeli saham Twitter 9,2 persen adalah menghadirkan fitur edit kicauan. Elon sempat menggelar jejak pendapat kepada pengikutnya ihwal fitur tersebut.
Alhasil, sebanyak 73,6 persen dari total 4 jutaan netizen memilih untuk menghadirkan fitur tersebut. Sehari kemudian, tim komunikasi Twitter mengkonfirmasi tengah mengerjakan fitur itu namun bukan terinspirasi dari jejak pendapat Elon Musk.
Algoritma Open Source
Musk juga berkeinginan untuk membuat algoritma Twitter lebih transparan, termasuk membiarkan orang melihat apakah kicauan mereka dipromosikan atau bahkan dihapus.
Dikutip dari NDTV, dia percaya algoritma open source akan membantu mencegah terjadinya manipulasi di belakang layar. Namun para peneliti mengatakan rencana itu terbilang rumit, daripada yang terlihat dari proposal Elon.
Bahkan, ia menyarankan untuk mengunggah pengkodean Twitter di Github, sehingga orang dapat mencari kesalahan dan menyarankan perubahan di aplikasi buatan Jack Dorsey itu.
Kembalinya Trump
Musk mengaku ingin mempromosikan kebebasan berpendapat di dunia maya. Menurutnya, platform media sosial adalah tempat penting untuk berbagi pandangan.
“Saya pikir sangat penting Twitter bisa menjadi arena inklusif untuk kebebasan berpendapat,” ujarnya.
“Twitter secara de facto telah menjadi semacam alun-alun kota [tempat bertukar pendapat], jadi sangat penting bawa orang-orang bahwa secara realita dan persepsi bisa berbicara bebas dalam batas-batas hukum,” katanya.
Sejumlah pihak mengaitkannya dengan kebijakan Twitter yang melarang dan menangguhkan sejumlah akun, termasuk mantan Presiden AS Donald Trump.
Namun demikian, Trump mengaku tak tertarik kembali dan memilih tetap di Truth Social, medsos barunya. “Saya tak menggunakan Twitter, saya akan tetap menggunakan Truth [Social],” aku dia, dikutip AFP dari Fox News.
“Kami menerima jutaan orang, dan apa yang kami temukan adalah respons di Truth jauh lebih baik daripada di Twitter. Twitter punya bot dan akun palsu, dan kami melakukan semua yang kami bisa,” lanjut dia.
Perubahan Kepemimpinan
Dikutip CNBC, kedatangan Elon Musk ke Twitter berpeluang menggusur sejumlah pihak.
Pertama, CEO Twitter Parag Agrawal, yang baru menggantikan Jack Dorsey lima bulan lalu. Ia sempat mengaluarkan pernyataan soal potensi “gangguan di depan” saat Musk tengah berupaya meraup semua saham Twitter.
Saat Musk sukses mengakuisisi Twitter, keduanya berpeluang tak lagi sejalan. “Twitter memiliki tujuan dan relevansi yang berdampak pada seluruh dunia,” kata Agrawal dalam dalam pernyataan resmi perusahaan.
“Sangat bangga dengan tim kami dan terinspirasi oleh pekerjaan yang tidak pernah lebih penting.”
Kedua, pimpinan dewan direksi, yang kini dijabat oleh co-CEO Salesforce Bret Taylor. Ia sempat menelurkan ide “poison pills” untuk menangkis potensi pengambilalihan perusahaan oleh Musk. Itu terjadi setelah Musk mengingkari persetujuannya untuk bergabung dengan dewan direksi.
Baca artikel CNN Indonesia “Daftar Kemungkinan Perubahan Twitter usai Dibeli Elon Musk” selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220426153626-185-789928/daftar-kemungkinan-perubahan-twitter-usai-dibeli-elon-musk.
Download Apps CNN Indonesia sekarang https://app.cnnindonesia.com/